REDENOMINASI
Arti kata dari Redenominasi
memang cukup asing bagi kita yang belum mengerti mengenai masalah keuangan
maupun hal – hal yang menyangkut mengenai Redenominasi Keuangan.
Redenominasi merupakan wacana dari Bank Indonesia (BI) untuk menyederhanakan
pecahan mata uang yang beredar.
Berikut akan dibahas mengenai
pengertian redenominasi maupun seputar apa itu Redenominasi.
Redenominasi
adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang
menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa
memangkas nilai tukar mata uang tersebut. Semisal terjadi redenominasi tiga
digit (3 angka 0), maka Rp1.000 menjadi Rp1. Nantinya pecahan mata Rp1 baru
setara dengan denominasi Rp1.000 yang lama.
Hal yang sama secara bersamaan
dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak
berubah. Sanering adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan
nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga
daya beli masyarakat menurun.
Pada redenominasi, tidak ada
kerugian karena daya beli tetap sama, sedangkan pada sanering menimbulkan
banyak kerugian karena daya beli turun drastis. Selain itu redenominasi
bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam
melakuan transaksi.Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi
Indonesia dengan negara regional, sementara sanering bertujuan mengurangi
jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Dilakukan karena terjadi
hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi).
Pada redenominasi nilai uang
terhadap barang tidak berubah, karena hanya cara penyebutan dan penulisan
pecahan uang saja yang disesuaikan, sedangkan pada sanering, nilai uang
terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah
nilainya. Redenominasi juga biasanya dilakukan saat kondisi makro ekonomi
stabil. Ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali, sedangkan sanering dilakukan
dalam kondisi makro ekonomi tidak sehat, inflasi sangat tinggi (hiperinflasi).
Redenominasi dipersiapkan secara
matang dan terukur sampai masyarakat siap, agar tidak menimbulkan gejolak di
masyarakat, sementara sanering tidak ada masa transisi dan dilakukan secara
tiba-tiba.
Redonominasi adalah bukanlah mengurangi nilai uang (Sanering)
tersebut tapi penyederhanaan nilai nominal yang ada. Pengertian Sanering berbeda dengan redenominasi, senering merupakan
proses pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongn nilai uang tetapi hal
yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, maka proses ini akan
menurunkan daya beli masyarakat.
Tujuan utama dari
dilakukannya redenominasi adalah untuk menyederhanakan pecahan uang
agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi. Selain itu, tujuan yang
lain adalah mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional.
Sehingga mata uang rupiah tidak dianggap mata uang murahan oleh negara lain.
Dengan bahasa yang lebih sederhana bisa dikatakan bahwa redenominasi dilakukan
untuk meningkatkan harga diri Indonesia di dunia internasional. Karena selama
ini hanya ada 3 negara yang pecahan mata uangnya hingga ribuan,
yaitu: Indonesia, Vietnam dan Zimbabwe.
Menurut ekonom UGM, A. Tony Prasetiono,
redenominasi dapat dilakukan bila 2 syarat berikut terpenuhi:
1.
Inflasi stabil di bawah 5% selama 4 tahun
berturut-turut.
2.
Negara memiliki cadangan devisa 100 – 200
miliar.
Meskipun menurut Wakil Presiden Boediono,
redenominasi rupiah masih menjadi wacana, namun Bank Indonesia sudah
membuat tahapan redenominasi:
1.
2011-2012: Tahap sosialisasi. Bank Indonesia akan mensosialisasikan redenominasi kepada
masyarakat. Semua sistem akuntansi, pencatatan dan sistem informasi akan
disesuaikan secara bertahap.
2.
2013-2015: Tahap transisi. Bank Indonesia akan menerbitkan pecahan mata uang baru yang nilainya
1.000 kali uang lama. Dalam tahap ini barang akan diberi dua label, yaitu label
harga lama dan label harga baru.
3.
2016-2018: Tahap penarikan uang lama. Bank Indonesia akan menarik uang lama. Sehingga diharapkan pada
akhir 2018 mata uang lama sudah tidak beredar lagi.
4.
2019-2020: Tahap pemantapan. Bank Indonesia akan mengganti uang baru yang bertuliskan “uang baru”
dengan uang baru yang tidak memiliki tulisan baru tersebut. Sehingga diharapkan
pada tahun 2021 redenominasi rupiah telah selesai.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan redenominasi rupiah, yaitu:
- Diperlukan biaya yang besar untuk mencetak uang baru.
- Diperlukan biaya yang besar untuk melakukan sosialisasi.
- Pemahaman masyarakat harus diperbaiki agar
jangan sampai masyarakat mengira pemerintah melakukan sanering.
- Eksportir harus siap. Karena dalam hal terjadi redenominasi, maka yang paling dirugikan adalah eksportir.
- Dari segi peraturan perundang-undangan juga harus siap, terutama peraturan yang mengatur mengenai denda.
- Dari segi teknologi juga harus siap. Jangan sampai karena kesalahan sistem komputer bank, muncul banyak orang kaya baru.
Tanggapan mengenai Redenominasi
Direktur Konsumer
BII Stephen Liestyo mengatakan, sistem komputerisasi perbankan harus diubah
apabila Redenominasi
dijalankan. Alasannya, dalam masa transisi ada dua mata uang yang
berlaku, yakni rupiah lama dan rupiah baru.“Sehingga perbankan harus mengubah
komputerisasi untuk mengakomodasi hal tersebut,” kata Stephen. Presiden
Direktur OCBC NISP Parwati Surjaudaja menilai Redenominasi akan menimbulkan
dampak positif dan negatif. Dari sisi positif, redenominasi akan menjadikan
pecahan mata uang lebih sederhana. Negatifnya, kebijakan itu butuh biaya,
terutama untuk pengaturan sistem dan peyesuaian materi cetak.”Kalau diyakini
positifnya akan baik untuk negara kita dalam jangka panjang, kita akan
konsekuen menjalankannya,” kata Parwati. Country Business Manager Citi
Indonesia Tigoor M Siahaan menjelaskan, Redenominasi akan menghabiskan biaya
besar, baik dari BI sendiri maupun dari kalangan perbankan.
Karena itu, dia berharap BI segera
membuat program sosialisasi wacana itu secepatnya agar tidak menimbulkan
kepanikan.“Kebijakan itu tentu akan memakan biaya besar, terutama BI yang harus
melakukan pencetakan uang kembali. Tapi bagi kami juga besar karena harus
menyiapkan segala infrastrukturnya,” tambah Tigoor.
Direktur Utama
Bank Bukopin Glen Glenardi berharap BI mewaspadai dampak sosial yang akan
terjadi setelah kebijakan itu diterapkan. Dia mengkhawatirkan trauma masyarakat
pada kebijakan sanering pada 1966.”Saya khawatir persepsi masyarakat seperti
pada saat Orde Lama,sehingga mereka tidak percaya pada rupiah,”kata
Glen.Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito mengatakan, Wacana Redenominasi
tidak akan berdampak besar bagi pasar modal. Wacana itu bukan isu
penting yang memicu kekhawatiran pelaku pasar. “Kepanikan itu hanya investor
individu,” ujar Ito. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita
Wiryawan menyambut positif wacana redenominasi.“Tidak masalah, justru (uang)
akan lebih mudah dibawanya,” kata dia. Adapun dari sisi investasi, redenominasi
tidak akan memberi imbas negatif terhadap investasi asing yang masuk ke
Indonesia. Sebab, redenominasi tidak mengurangi nilai mata uang dalam
negeri. Menurut dia, hal yang perlu mendapat perhatian, yakni saat praktiknya
kelak. Dia berharap, jika redenominasi diterapkan, bisa berjalan dalam batas wajar
dan sesuai dengan aturan yang berlaku.Menteri Perindustrian MS Hidayat beranggapan,
penerapan
redenominasi
justru perlu dilakukan lantaran nominal mata uang Indonesia terbilang besar.
“Di dunia, hanya kita (Indonesia) dan Vietnam yang nominasi mata uangnya
besar,” ujarnya.Hidayat berpandangan, redenominasi tidak akan memberikan pengaruh
buruk terhadap sektor industri. Pelaku industri akan mudah menyesuaikan diri
dengan perubahan tersebut. Namun dia meminta sosialisasi redenominasi dilakukan
dengan benar agar tidak mengagetkan kalangan industri ketika kebijakan tersebut
direalisasikan.
Redenominasi telan Rp 15
triliun
Redenominasi
rupiah yang sedang digodok Bank Indonesia (BI) diprediksi akan menelan dana
yang cukup besar. Diperlukan dana hingga Rp 15 triliun untuk dapat
menyederhanakan nominal rupiah dalam waktu yang tidak singkat.
"Berdasarkan kajian saya, projek untuk redenominasi mencapai Rp 10
triliun-Rp 15 triliun," ujar Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis, Jumat
(13/8).
Harry mengatakan,
program yang menghabiskan dana besar adalah untuk proses sosialisasi dan
pencetakan uang baru. Selain itu, bank sentral juga harus menjaga kestabilan
nilai tukar rupiah saat redenominasi rupiah. Dan menjaga stabilitas itu menurut
Harry membutuhkan ongkos yang mahal.
"BI harus
menjamin nilai rupiah tidak bergejolak dalam proses redenominasi ini, selain
itu koordinasi dengan otoritas fiskal untuk menjaga inflasi tetap dibawah
rata-rata merupakan hal yang perlu diperhatikan," paparnya.
Harry menuturkan,
BI tidak bisa begitu saja terburuburu melontarkan wacana redenominasi tanpa
pembahasan dengan pemerintah. Mengingat efek yang ditimbulkan besar, sambung
Harry, serta besarnya anggaran yang diperlukan maka akan menjadi poin penting
dilakukan pembahasan terlebih dahulu bersama DPR.
Dihubungi
secara terpisah Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan mengatakan anggaran
yang diperlukan untuk proses redenominasi hanyalah bersifat sementara.
"Karena akan terbayar oleh manfaat yang didapatkan dari redenominasi,"
ujar Fauzi. Fauzi mengakui, hal yang memakan waktu dan biaya adalah proses
sosialisasi dan transisi dimana Indonesia akan menggunakan dua mata uang untuk
sementara.
Belum lagi,
lanjut Fauzi diperlukan pecahan baru dalam bentuk sen. Konsep sen ini digunakan
sebagai pecahan terkecil dalam proses redenominasi. "Namun terlepas dari
semua itu, anggarannya tidak akan sebesar mem-bailout bank-bank sakit seperti
yang terjadi di Eropa," jelas Fauzi.
Pada bagian
lain, Fauzi menjelaskan akan lebih mudah jika Bank Indonesia dalam proses
redenominasi ini menyederhanakan 2 angka nol. Jadi Rp 1 mata uang baru akan
sama dengan Rp 100 mata uang lama dan sama dengan 100 sen baru. "Hal ini
sama dengan mata uang dolar dimana US$ 1 sama dengan 100 sen," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar