BAB I
PEMBAHASAN
MATERI
Puisi merupakan salah satu karya sastra yang memiliki dua
unsur pembentuk, yaitu unsur batin dan unsur fisik. Pembahasan bab ini lebih
terfokus pada unsur-unsur fisik puisi atau disebut pula unsur bentuk.
Unsur
bentuk puisi antara lain :
1.
Tipografi
(bait, baris, perwajahan) adalah pembeda genre puisi, prosa dan drama yang
penting. Tiporgafi menonjolkan bentuk visualnya, contohnya larik-larik puisi. Bentuk
puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri,
pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf
kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan
pemaknaan terhadap puisi.
2.
Diksi
atau pemilihan kata digunakan penyair untuk membangkitkan imaji pembaca. Diksi
berkaitan dengan perbendaharaan kata, urutan kata, dan daya sugesti dari
kata-kata.
Imaji
sendiri adalah susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi,
seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan.Imaji dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau
sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat,
medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
Selain
itu, terdapat juga kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera
yang memungkinkan munculnya imaji.Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau
lambang. Misal kata kongkret “salju”: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan
hidup, dll.,sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat
kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
Faktor-faktor
yang dipertimbangkan dalam memilih kata adalah sebagai berikut:
1. Makna
Kias
Sudah dijelaskan di depan bahwa makna kias dalam karya sastra banyak digunakan. Yang paling banyak menggunakan makna kias adalah puisi. Di samping puisi di depan, berikut ini dikutip dua bait puisi Ali Hasjmi, salah seorang penyair Angkatan Pujangga Baru berjudul "Menyesal".
Pagiku hilang sudah melayang
hari mudaku telah pergi
Kini petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi
Aku lalai di hari pagi
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
miskin ilmu, miskin harta.
Dalam puisi tersebut makna kias itu cepat dapat dipahami karena diberi jawaban pada baris berikutnya. Kata "pagi" diberi jawaban "muda". Kata "petang" diberi jawaban "batang usiaku sudah tinggi" (tua). Dalam puisi Chairil Anwar berikut makna kias lebih sulit ditafsirkan (dari judul "Aku").
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
... ...............................
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri (h).
Pembaca harus menafsirkan makna lugas dari binatang jalang dari kumpulannya terbuang. Ini dapat diartikan orang yang selalu bersikap memberontak dan berada di luar organisasi formal. Karena yang sakit bukan fisik, tetapi jiwanya, maka “luka dan bisa (akan) dibawa berlari. Terus berlari”.
Sudah dijelaskan di depan bahwa makna kias dalam karya sastra banyak digunakan. Yang paling banyak menggunakan makna kias adalah puisi. Di samping puisi di depan, berikut ini dikutip dua bait puisi Ali Hasjmi, salah seorang penyair Angkatan Pujangga Baru berjudul "Menyesal".
Pagiku hilang sudah melayang
hari mudaku telah pergi
Kini petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi
Aku lalai di hari pagi
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
miskin ilmu, miskin harta.
Dalam puisi tersebut makna kias itu cepat dapat dipahami karena diberi jawaban pada baris berikutnya. Kata "pagi" diberi jawaban "muda". Kata "petang" diberi jawaban "batang usiaku sudah tinggi" (tua). Dalam puisi Chairil Anwar berikut makna kias lebih sulit ditafsirkan (dari judul "Aku").
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
... ...............................
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri (h).
Pembaca harus menafsirkan makna lugas dari binatang jalang dari kumpulannya terbuang. Ini dapat diartikan orang yang selalu bersikap memberontak dan berada di luar organisasi formal. Karena yang sakit bukan fisik, tetapi jiwanya, maka “luka dan bisa (akan) dibawa berlari. Terus berlari”.
2. Makna Lambang
Dalam puisi, banyak digunakan lambang yaitu penggantian suatu hal atau benda ke hal lain atau benda lain. Ada lambang yang sifatnya lokal, kedaerahan, nasional, tetapi ada juga lambang yang sifatnya universal (berlaku untuk semua manusia). Misalnya bendera adalah lambang identitas negara (universal), danbersalaman adalah lambang persahabatan, pertemuan, atau perpisahan (universal). Berikut ini dikutip puisi yang mengandung lambang, yaitu beberapa bait puisi yang mengandung lambang, yaitu beberapa bait puisi Rendra berjudul "Surat Kepada Bunda Tentang Menantunya".
. .. ... ... ... ... .. . ... ... ...
Burung dara jantan yang nakal
Yang sejak dulu kau piara
Kini terbang dan telah menemui jodohnya
Ia telah meninggalkan kandang yang kaubuatkan
Dan tiada akan pulang
Buat selama-lamanya
………………………..
Diri penyair sebagai orang yang setia di lambangkan dengan "burung darajantan". Selanjutnya pada bagian lain puisinya, Rendra menulis:
……………………………….
Dan sepatu yang berat serta nakal
Yang dulu biasa menempuh
Jalan-jalan yang mengkhawatirkan
Dalam hidup lelaki yang kasar dan sengsara
Kini telah aku lepaskan
Dan berganti dengan sandal rumah
Yang tenteram, jinak dan sederhana
………………………….
Dalam bait tersebut dinyatakan bahwa jejaka yang belum berumah tangga dilambangkan "sepatu yang berat dan nakal, sedangkan setelah menemukan jodohnya, ia menjadi “sandal rumah yang jinak dan sederhana”
Lambang warna artinya memberi makna warna untuk mengganti makna lain. Misalnya warna hitam melambangkan kesedihan, warna putih kesucian, warna kuning kesetiaan, warna biru harapan, dan sebagainya. Lambang warna dapat kita hayati dalam "Balada Sumilah" karya Rendra berikut ini.
…………………………….
Tubuhnya lilin tersimpang di beranda
Tapi halusnya putih pergi kembara
……………………………
Bulan keramik putih tanpa darah
Warna jingga adalah mata Samijo
menatap ia, menatap amat tajamnya.
Padamkan jingga apimu. Padamkan!
Demi selaput sutraku putih: padamkan!
Kata-kata (alusnya putih" berarti rohnya yang suci (karena Sumilah telah mati). Kata ''jingga'' dalam puisi ini menggambarkan kebencian. Dalam puisi ini diceritakan Samijo sangat benci kepada Sumilah, pacarnya, karena ia mengira Sumilah telah mengkhianatinya.
Lambang bunyi artinya makna khusus yang diciptakan oleh bunyi-bunyi atau perpaduan bunyi-bunyi tertentu. Misalnya bunyi seruling yang mendayu-dayu mengingatkan kita akan tanah Pasundan (priangan). Bunyi gamelan membawa kita kepada alam Jawa Tengah dan Jawa Timur. Begitu juga bunyi-bunyi khas Bali, Ambon, dan sebagainya akan melambangkan kedaerahan tertentu. Di samping itu vokal, konsonan, dan perpaduan vokal dan konsonan dapat membentuk sifat tertentu dari puisi. Hal ini juga termasuk lambang bunyi. Berikut ini puisi Ramadhan K.H. yang kental dengan lambang bunyi.
Seruling di pasir ipis, merdu
Antara gundukan pohon pina
Tembang menggema di dua kaki
Burangrang-Tangkuban Prahu
Jamrut di pucuk-pucuk
Jamrut di air tipis menurun
Kata seruling menunjukan lambang tanah Pasundan dengan bunyi seruling yang meliuk-liuk penuh kedukaan, terlebih dikaitkan dengan gunung Burangrang (legenda lutung kasarung) dan Tangkuban Prahu (legenda Sangkuriang) lebih meyakinkan bahwa puisi ini bersifat duka.
Lambang suasana artinya peristiwa atau keadaan yang tidak digambarkan apa adanya, tetapi diganti dengan keadaan lain. Misalnya, dalam bait puisi Rendra yang berjudul "Surat Cinta" ini terdapat lambang suasana:
Kutulis surat ini
Kala hujan gerimis
Bagai bunyi tambur mainan
Anak peri dunia yang gaib
Dan angin mendesah
Mengeluh dan mendesah
Ungkapan "hujan gerimis" di atas melambangkan suasana sedih (duka) penyair karena cintanya kepada gadis pujaannya tidak direstui oleh orang tua gadis itu. Namun cintanya memang luar biasa besarnya, bergema, bergemuruh seperti (tambur mainan anak peri dunia yang gaib" lambang suasana juga pada kata-kata: lintang kemukus (bencana), barata yuda (huru-hara), dan sebagainya.
Dalam puisi, banyak digunakan lambang yaitu penggantian suatu hal atau benda ke hal lain atau benda lain. Ada lambang yang sifatnya lokal, kedaerahan, nasional, tetapi ada juga lambang yang sifatnya universal (berlaku untuk semua manusia). Misalnya bendera adalah lambang identitas negara (universal), danbersalaman adalah lambang persahabatan, pertemuan, atau perpisahan (universal). Berikut ini dikutip puisi yang mengandung lambang, yaitu beberapa bait puisi yang mengandung lambang, yaitu beberapa bait puisi Rendra berjudul "Surat Kepada Bunda Tentang Menantunya".
. .. ... ... ... ... .. . ... ... ...
Burung dara jantan yang nakal
Yang sejak dulu kau piara
Kini terbang dan telah menemui jodohnya
Ia telah meninggalkan kandang yang kaubuatkan
Dan tiada akan pulang
Buat selama-lamanya
………………………..
Diri penyair sebagai orang yang setia di lambangkan dengan "burung darajantan". Selanjutnya pada bagian lain puisinya, Rendra menulis:
……………………………….
Dan sepatu yang berat serta nakal
Yang dulu biasa menempuh
Jalan-jalan yang mengkhawatirkan
Dalam hidup lelaki yang kasar dan sengsara
Kini telah aku lepaskan
Dan berganti dengan sandal rumah
Yang tenteram, jinak dan sederhana
………………………….
Dalam bait tersebut dinyatakan bahwa jejaka yang belum berumah tangga dilambangkan "sepatu yang berat dan nakal, sedangkan setelah menemukan jodohnya, ia menjadi “sandal rumah yang jinak dan sederhana”
Lambang warna artinya memberi makna warna untuk mengganti makna lain. Misalnya warna hitam melambangkan kesedihan, warna putih kesucian, warna kuning kesetiaan, warna biru harapan, dan sebagainya. Lambang warna dapat kita hayati dalam "Balada Sumilah" karya Rendra berikut ini.
…………………………….
Tubuhnya lilin tersimpang di beranda
Tapi halusnya putih pergi kembara
……………………………
Bulan keramik putih tanpa darah
Warna jingga adalah mata Samijo
menatap ia, menatap amat tajamnya.
Padamkan jingga apimu. Padamkan!
Demi selaput sutraku putih: padamkan!
Kata-kata (alusnya putih" berarti rohnya yang suci (karena Sumilah telah mati). Kata ''jingga'' dalam puisi ini menggambarkan kebencian. Dalam puisi ini diceritakan Samijo sangat benci kepada Sumilah, pacarnya, karena ia mengira Sumilah telah mengkhianatinya.
Lambang bunyi artinya makna khusus yang diciptakan oleh bunyi-bunyi atau perpaduan bunyi-bunyi tertentu. Misalnya bunyi seruling yang mendayu-dayu mengingatkan kita akan tanah Pasundan (priangan). Bunyi gamelan membawa kita kepada alam Jawa Tengah dan Jawa Timur. Begitu juga bunyi-bunyi khas Bali, Ambon, dan sebagainya akan melambangkan kedaerahan tertentu. Di samping itu vokal, konsonan, dan perpaduan vokal dan konsonan dapat membentuk sifat tertentu dari puisi. Hal ini juga termasuk lambang bunyi. Berikut ini puisi Ramadhan K.H. yang kental dengan lambang bunyi.
Seruling di pasir ipis, merdu
Antara gundukan pohon pina
Tembang menggema di dua kaki
Burangrang-Tangkuban Prahu
Jamrut di pucuk-pucuk
Jamrut di air tipis menurun
Kata seruling menunjukan lambang tanah Pasundan dengan bunyi seruling yang meliuk-liuk penuh kedukaan, terlebih dikaitkan dengan gunung Burangrang (legenda lutung kasarung) dan Tangkuban Prahu (legenda Sangkuriang) lebih meyakinkan bahwa puisi ini bersifat duka.
Lambang suasana artinya peristiwa atau keadaan yang tidak digambarkan apa adanya, tetapi diganti dengan keadaan lain. Misalnya, dalam bait puisi Rendra yang berjudul "Surat Cinta" ini terdapat lambang suasana:
Kutulis surat ini
Kala hujan gerimis
Bagai bunyi tambur mainan
Anak peri dunia yang gaib
Dan angin mendesah
Mengeluh dan mendesah
Ungkapan "hujan gerimis" di atas melambangkan suasana sedih (duka) penyair karena cintanya kepada gadis pujaannya tidak direstui oleh orang tua gadis itu. Namun cintanya memang luar biasa besarnya, bergema, bergemuruh seperti (tambur mainan anak peri dunia yang gaib" lambang suasana juga pada kata-kata: lintang kemukus (bencana), barata yuda (huru-hara), dan sebagainya.
3.
Gaya
bahasa adalah bahasa kiasan yang mengiaskan atau mempersamakan suatu hal dengan
hal lainya sehingga gambaran menjadi jelas, menarik dan menjadi hidup. Atau
juga bisa disebut sebagai bahasa figuratif
yang berarti bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan
menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif
menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya
akan makna (Waluyo, 1987:83). Sebagai contoh spesifiknya adalah pada majas. Jenis-jenis gaya bahasa (majas)Terdapat empat macam jenis kelompok majas yaitu: (1)
majas perbandingan, (2) majas penegasan, (3) majas pertentangan, dan (4) majas
sindiran. Majas perbandingan adalah gaya bahasa yang bertujuan untuk
membandingkan, yang termasuk majas ini diantaranya metafora, litotes,
hiperbola, alusio, personifikasi dan sebagainya. Majas penegasan adalah gaya
bahasa yang betujuan untuk menegaskan sesuatu, yang termasuk majas ini
diantaranya adalah antiklimaks, anaphora, koreksio, dan sebagainya. Majas
pertentangan adalah gaya bahasa yang bertujuan untuk mempertentangkan sesuatu,
yang termasuk majas ini diantaranya paradoks, antithesis, okupasi, dan
sebagainya. Majas sindiran adalah gaya bahasa yang bertujan untuk menyindir,
yang termasuk majas ini diantaranya ironi, sinisme, dan sarkasme.
Kata kias atau konotasi
adalah kata-kata bahasa yang melewati batas-batas maknanya yang lazim atau
melewati maknanya yang harfiah, makamelalui penguraian makna konotatif itu kita
akan mampu menemukan bentuk-bentuk imaji / citra tertentu yang ada dalam puisi
tersebut. Makna konotatif ini dibentuk dengan pemakaian majas (figure of
speech), yakni pemakaian kata yang memiliki makna melewati makna denotatif
(harfiah).Karena makna konotatif melampaui maknanya yang lazim, maka dalam
mengartikan atau memahami sebuah kata dalam puisi bias bermacam-macam.Sesuai
dengan tingkat kedalamam pemahaman pembaca dalam menginteprestasikannya.Namun,
agar tidak salah dalam menerjemahkan makna yang ada dalam sebuah puisi, anda harus
berpegang pada makna konotatif yang berlaku umum.Misalnya kata “bulan purnama”
adalah lambang dari keindahan “kerbau” memiliki konotasi kuat tapi bodoh.Dalam
puisi, seseorang (anda dan saya) tidak bisa semena-mena menaksirkan makna
konotatif dalamsebuah puisi sekehendak hati kita.
Citraan juga termasuk dalam gaya
bahasa. Citraan adalah kepuitisan utama yang erat hubungannya dengan
diksi.Citraan membuat pembaca atau pendengar menghayati melalui penglihatan,
pendengaran, pencecapan, dan perabaan.
4. Versifikasi (bunyi, persajakan/rima,
dan irama) adalah bunyi yang dipergunakan sebagai orkestrasi, yang
mengalirkan perasaan, imaji-imaji dalam pikiran, atau pengalaman-pemgalaman
jiwa pembaca atau pendengar.Rima mencakup
(1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis
pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi,
persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh,
repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan
kata atau ungkapan. Sedangkan irama merupakan tinggi rendah, panjang pendek,
keras lemahnya bunyi, irama sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
Timbulnya irama
disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya
karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata
yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau
panjang pendek kata.Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur
pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima.Baik rima maupun
irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi
menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
CONTOH PUISI
MENCARI
Termenung
dan termangu
Khayal
berpendar tuk berfikir
Mencari
pengisi kekosongan hati yang sejati
Kadang
gundah tuk dapatkan apa yang ingin dicari
Sesobek
sudut di jiwa bertuah dan sadarkan
Walau
tak tahu apa yang dirasa
Tetap
berjalan dalam tanya
Benarkah…
apakah itu Cinta, apakah arti Cinta
(3@/LR/28'10'10)
IDENTIFIKASI PUISI
ü Terdapat
majas personifikasi yang termasuk dalam kelompok majas perbandingan.
ü Rima
yang ada adalah rima pengulangan kata atau ungkapan. Dan
dalam rekaman, irama (tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi)
sudah cukup baik untuk dapat ditangkap makna puisinya.
ü Salah
satu kata konotasi yang terdapat pada puisi di atas adalah kata “Sesobek sudut di jiwa”
yang menggambarkan bisikan suara hati dari sang penyair.
ü Kata
“berjalan dalam tanya” menggambarkan makna kata lambang dari keragu-raguan atau
ketidaktahuan.
ü Unsur
gaya bahasa, dan versifikasi dari uraian di atas disimpulkan sudah ada dalam
penyampaian puisi tersebut. Kemudian unsur diksi kurang lebih sudah cukup baik,
dan unsur tipografinya adalah dengan gaya teks rata tengah.
BAB II
SOAL URAIAN MATERI
1. Unsur
bentuk dalam puisi mencakup apa saja?
2. Bagaimanakah
pernyataan yang tepat mengenai tipografi puisi?
3. Apakah
maksud dari kata kongkret itu?
4. Majas
terbagi menjadi kelompok-kelompok, yaitu kelompok…
5. Apakah
fungsi dari adanya irama dalam puisi?
6. Apakah
yang dimaksud dengan kata konotasi?
7. Apa
itu kata lambang dalam puisi?
8. Kutulis
surat ini
Kala hujan gerimis
Bagai bunyi tambur mainan
Anak peri dunia yang gaib
Dan angin mendesah
Mengeluh dan mendesah
Ungkapan "hujan gerimis" pada puisi di atas melambangkan…
Kala hujan gerimis
Bagai bunyi tambur mainan
Anak peri dunia yang gaib
Dan angin mendesah
Mengeluh dan mendesah
Ungkapan "hujan gerimis" pada puisi di atas melambangkan…
9. Bahasa
figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, yang artinya adalah…
10. Dibagi
menjadi apasajakah imaji yang terdapat dalam puisi?
KUNCI JAWABAN
1. Tipografi,
diksi, gaya bahasa, versifikasi.
Unsur
bentuk atau fisik dalam puisi ada 4, yaitutipografi (perwajahan, menonjolkan
bentuk visualnya), diksi (pemilihan kata untuk membangkitkan imaji), gaya
bahasa (menggambarkan suatu hal manjadi lebih menarik dan lebih hidup), dan
versifikasi (bunyi dan persajakan yang bertujuan mengalirkan perasaan).
2. Tipografi
dalam puisi yaitu bentuk perwajahan pada puisi yang menjadi pembeda dengan
prosa maupun drama, dan juga sebagai pembantu menentukan
pemaknaan puisi.
Contoh
tipografiadalah larik-larik
puisi.Bentuk puisi seperti halaman yang
tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris
puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda
titik.Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
3. Kata
kongkret adalah kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memunculkan imaji
pembaca yang melambangkan maksud dari penulis.
Kata
kongkret berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata kongkret “salju”:
melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret
“rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, atau
pun keadaan lainnya.
4. Kelompok majas yaitu: Majas
perbandingan, majas penegasan, majas pertentangan, dan majas sindiran.
Dalam puisi, majas
secara garis besar dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu majas perbandingan, majas
penegasan, majas pertentangan, dan majas sindiran. Yang dapat dijelaskan
sebagai berikut:
@ Majas perbandingan
adalah gaya bahasa yang bertujuan untuk membandingkan, yang termasuk majas ini
diantaranya metafora, litotes, hiperbola, alusio, personifikasi dan sebagainya.
@ Majas penegasan adalah
gaya bahasa yang betujuan untuk menegaskan sesuatu, yang termasuk majas ini
diantaranya adalah antiklimaks, anaphora, koreksio, dan sebagainya.
@ Majas pertentangan
adalah gaya bahasa yang bertujuan untuk mempertentangkan sesuatu, yang termasuk
majas ini diantaranya paradoks, antithesis, okupasi, dan sebagainya.
@ Majas sindiran adalah
gaya bahasa yang bertujan untuk menyindir, yang termasuk majas ini diantaranya
ironi, sinisme, dan sarkasme.
5. Fungsi
adanya irama dalam puisi adalah menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang
membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
Dapat kita bayangkan jika dalam penyampaian suatu
puisi tanpa adanya irama saat pembacaannya, puisi akan terasa hambar, berlalu
begitu saja dan tidak dapat tersampaikan dengan baik makna dari puisi itu
sendiri. Maka irama menjadi unsur yang penting dalam suatu penyajian puisi.
6. Kata konotasi
adalah kata-kata bahasa yang melewati batas-batas maknanya yang lazim atau
melewati maknanya yang harfiah, makamelalui penguraianmakna konotatif itu kita
akan mampu menemukan bentuk-bentuk imaji / citra tertentu yang ada dalam puisi
tersebut.
Makna konotatif dibentuk dengan pemakaian majas
(figure of speech), yakni pemakaian kata yang memiliki makna melewati makna
denotatif (harfiah).Karena makna konotatif melampaui maknanya yang lazim, maka
dalam mengartikan atau memahami sebuah kata dalam puisi bisa bermacam-macam, sesuai
dengan tingkat kedalamam pemahaman pembaca dalam menginteprestasikannya.
7. Kata
lambang dalam puisi yaitu kata yang menggantikan suatu hal atau suatu benda ke
hal lain atau benda lain.
Ada
lambang yang sifatnya lokal, kedaerahan, nasional, tetapi ada juga lambang yang
sifatnya universal (berlaku untuk semua manusia).Misalnya bendera adalah lambang
identitas negara (universal). Contohnya lambang warna, lambang warna artinya
memberi makna warna untuk mengganti makna lain. Misalnya warna hitam
melambangkan kesedihan, warna putih kesucian, warna kuning kesetiaan, warna
biru harapan, dan sebagainya.
8. Ungkapan
"hujan gerimis" dalam puisi tersebut melambangkan suasana sedih
(duka) penyair.
Dalam contoh bait puisi tersebut terdapat lambang
suasana, yaitu “hujan gerimis”.
9. Bahasa
figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna
atau kaya akan makna.
Selain
menghasilkan berbagai makna, bahasa figuratif pun dapat
menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu.
10. Imaji
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan
(visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil).
Imaji adalah atau susunan kata-kata yang
dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan
perasaan.Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan
merasakan seperti apa yang dialami penyair.
0 komentar:
Posting Komentar